Sabtu, 05 November 2011

Hidup Seimbang Kang Hong Kian

Posted by Fisiognomi pada 21 Mei 2010

Begitu masuk ke halaman rumah besar berlantai dua di sebuah real estat di Jakarta Barat, kolam ikan dengan lebar empat meteran dan panjang 20 meteran dengan dalam sekitar dua meter langsung menarik perhatian. Di dalamnya, ada 29 ikan koi aneka warna yang panjangnya masing-masing lebih dari setengah meter.

Ikan koi itu baru sebagian hewan peliharaan Kang Hong Kian, ahli feng shui yang namanya dikenal luas melalui media massa elektronik, buku-buku tulisannya, dan piringan cakram. Kliennya pun tidak hanya dari Indonesia. Dia kerap diundang ke Australia dan diminta berbicara di Amerika.
”Kami sekeluarga sebenarnya senang memelihara anjing. Lalu, ada kenalan memperkenalkan ikan koi. Akhirnya kami semua senang,” tutur Kang, ayah dua anak itu.
Anjing peliharaan keluarga itu ada jenis Rotweiler, Samoyed, Labrador, dan St Bernard. Di kolam yang lebih kecil di samping rumah masih ada 32 ikan koi yang ukurannya sedikit lebih kecil.
Dia bekerja dari lantai dua, di meja panjang di dekat jendela yang membuka ke teras. Dari teras itu ikan koi di halaman depan terlihat lebih indah dengan warnanya yang cerah. Meskipun terlihat indah, Kang mengatakan ikan koinya belum apa-apa dibandingkan dengan milik temannya di Bandung.
”Lihat yang ini saja (supaya ini terlihat cantik). Kalau lihat yang di Bandung, ini belum apa-apa ha-ha-ha,” kata Kang berseloroh.
Meskipun namanya dikenal luas, Kang tetap sederhana. Rumahnya berisi perabot secukupnya, bahkan cenderung minimal. Siang itu dia mengenakan kaus polo dan celana panjang hitam.
Di meja panjang itu dia menghadap sebuah laptop dan satu layar monitor yang menampilkan berbagai bagian rumahnya.
Di lemari di seberang meja, pesawat televisi menayangkan karaoke lagu-lagu Barat tahun 1970-an. ”Sudah kebiasaan dari kecil kalau belajar sambil mendengarkan lagu,” kata anak keempat dari enam bersaudara yang gemar bergurau ini.
”Saya tidak punya waktu. Kalau wawancara boleh,” kata Kang ketika Kompas membuat janji bertemu. Ucapan itu lalu diimbuhi senyumnya, ”Waktu bukan saya yang punya.”
Maka, percakapan kami berkisar tentang pengaruh feng shui pada kehidupan masyarakat, individu, dan juga tentang tanggal 21 Desember 2012 yang dalam kalender Maya dianggap sebagai ”akhir sebuah era di Bumi”.

Bisa dipelajari

”Yang tidak paham akan menganggap feng shui sebagai ilmu mistis,” kata Kang singkat. ”Feng shui adalah pengetahuan yang dipakai untuk menata kehidupan agar lebih baik dengan cara hidup serasi dengan alam. Feng shui menyiasati segala sesuatu supaya manusia dapat hidup selaras dengan alam.”
Sebagai ilmu dari Timur, feng shui sudah dipelajari dan dipraktikkan sejak lebih dari 3.500 tahun lalu melalui simbol-simbol yang berhubungan dengan unsur alam.
Salah satu simbol adalah kue keranjang yang biasanya disajikan pada hari ke-20 bulan pertama penanggalan Imlek dengan dipotong tipis-tipis sebagai simbol menambal langit yang bolong. Menurut Kang, itu mengingatkan untuk jangan pernah bertindak menaklukkan, tetapi harus hidup serasi dengan alam supaya selamat.
Feng shui kerap dipakai untuk mengatur letak kedudukan tanah, arah rumah, serta isinya. Tujuannya mengatur agar energi di dalam rumah menimbulkan ketenangan dan rasa bahagia bagi pemiliknya. Dengan demikian, penghuni rumah bisa bekerja baik dan bukan tidak mungkin kekayaan akan datang.
”Tetapi, feng shui bukan ilmu untuk cari kekayaan. Feng shui ilmu untuk hidup selaras dengan alam,” tandas Kang.
Yang terakhir, rumah dalam arti tubuh manusia. ”Daging dan tulang adalah rumah untuk jiwa. Itu juga harus ditata,” tambah Kang.
Kang yang belajar feng shui dari ayahnya, menolak bila ilmu ini disebut mistis. Dia bahkan menyebut feng shui bapak segala ilmu. Alasannya, feng shui mendasarkan pada keseimbangan yin dan yang yang berasal dari falsafah China kuno untuk menjelaskan segala hal di alam memiliki dua kutub berbeda, tetapi kekuatannya selalu saling berhubungan dan bergantung untuk yang satu memunculkan yang lain secara bergantian, dan berada dalam keseimbangan abadi. Yin-yang terdiri dari lima unsur: kayu dan api bersifat yang, logam dan air bersifat yin, sedangkan tanah bersifat yin-yang.
Kang menyamakan yin-yang dengan bilangan biner nol dan satu dalam ilmu Barat sebagai dasar kerja program komputer.
”Sekarang semua orang tidak bisa bekerja tanpa komputer, sementara komputer bekerja dengan teknologi yang dikenal dalam feng shui,” cetus Kang. ”Bilangan biner juga mendasari perhitungan memakai dekak-dekak (sempoa). Selalu ada tambah dan kurang, kali dan bagi. Feng shui bekerja dengan yin dan yang.”
Dalam kehidupan sehari-hari, Kang mempraktikkan keseimbangan itu dengan membagi seimbang waktu bekerja dan istirahat. Dia terbiasa bekerja mengasah pengetahuan dan rasa dari petang hingga menjelang pagi, setelah itu istirahat.
Istirahat, demikian Kang, bukan berarti sekadar tidur sementara pikiran melayang ke pekerjaan. Justru orang yang tidak bisa melepaskan diri dan pikirannya dari pekerjaan menurut Kang sulit maju.
”Unsur api melambangkan semangat. Ketika bekerja kita harus sepenuhnya berkonsentrasi pada pekerjaan. Sedangkan istirahat dilambangkan air. Istirahat di sini artinya bukan mengosongkan pikiran karena pikiran tidak pernah bisa kosong, tetapi memikirkan hal indah. Untuk klien, saya menata keseimbangan itu. Orang yang bekerja keras unsur apinya terlalu tinggi, malah tidak bisa maju karena hidupnya tidak seimbang. Saya naikkan unsur airnya,” papar Kang.
Ada banyak cara membentuk keseimbangan itu, yang termudah adalah dengan mengatur warna pakaian. Dalam ilmu psikologi di Barat, warna telah lama diketahui memiliki pengaruh pada perasaan orang sehingga, antara lain warna dipakai mengirimkan pesan kepada konsumen tentang suatu produk.
Kang mencontohkan lagi, bagaimana orang dapat mendengarkan lagu dengan enak di dalam ruangan karena gelombang suara dipantulkan dinding ke telinga. Begitu juga suatu benda bisa dilihat karena benda itu memantulkan gelombang cahaya. Dengan kata lain, kehidupan manusia dipengaruhi berbagai gelombang dari alam.
”Ibarat orang mendengarkan musik di dalam ruangan, bisa terdengar enak atau tidak karena gelombang suara yang sampai di telinga dipengaruhi bentuk dan dinding ruangan. Begitu juga gelombang udara yang masuk ke rumah. Pepohonan akan membuat gelombang yang masuk ke rumah jadi berubah. Tiap pohon punya pengaruh sendiri-sendiri. Dalam lingkup lebih besar, ada pantulan sinar matahari oleh permukaan Bumi. Apalagi di atmosfer makin banyak polusi,” jelas Kang.
Karena alasan tersebut, feng shui semakin menarik perhatian Barat yang memiliki sistem keilmuan berbeda dari Timur. Kini semakin banyak sekolah didirikan untuk mempelajari feng shui secara ilmiah.
”Metode feng shui dipelajari secara ilmiah di Australia, Amerika, dan belakangan juga di Beijing. Di Australia ada lebih dari 1.000 ahli feng shui,” kata Kang.

2012

Tentang kalender orang Maya yang mengatakan tahun 2012 sebagai ”akhir sebuah era di Bumi” yang menarik perhatian banyak pengelana spiritual, Kang sepakat dengan pandangan banyak orang yang mempelajari hal itu bahwa tidak bisa dilihat secara harfiah sebagai datangnya kiamat.
Alasan Kang, di jagat raya ada perbedaan penghitungan waktu. Waktu satu tahun, yaitu waktu yang diperlukan sebuah satelit Matahari mengelilingi penuh Matahari satu siklus, di Bumi berbeda dari di Mars karena jarak antara Matahari ke Bumi berbeda dari jarak ke Mars. ”Itu baru galaksi Bimasakti, bagaimana dengan galaksi lain?” kata Kang.
Feng shui, demikian Kang, menyebut bahwa Bumi hanya satu titik kecil dari kumpulan titik lain yang tidak terukur banyaknya yang merupakan bagian dari satu titik yang tak terhingga.
”Kitab suci berbicara tentang penciptaan Bumi dalam tujuh masa atau tujuh hari. Kalau kita memaknai tujuh hari itu seperti tujuh hari kita di Bumi saat ini, bagaimana menjelaskan terjadinya minyak bumi dari jasad renik yang katanya terjadi dalam waktu jutaan tahun? Jangan-jangan waktu satu detik dalam hitungan Allah itu sama dengan jutaan tahun,” papar Kang.
”Waktu itu punya Allah, saya sebagai manusia tenang-tenang saja. Saya meyakini apa yang diajarkan dalam Islam, berbuatlah baik seakan kita akan mati besok dan bekerjalah sebaik-baiknya seolah kita akan hidup seratus tahun lagi.”
(Kompas, Minggu, 8 Februari 2009)